Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara, khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Kurikulum dibuat secara sentralistik, oleh karena itu setiap satuan pendidikan diharuskan untuk melaksanakan dan mengimplementasikannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang disusun oleh pemerintah pusat.
Berdasarkan UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mulai tahun ajaran 2006/2007, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) telah disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Tugas Departemen pendidikan nasional tak lagi menentukan standar kurikulum pembelajaran. Namun, hanya menentukan delapan standar, yakni standar isi, proses, kompetensi lulusan, pembiayaan, sarana prasarana, pengelolaan, tenaga kependidikan, dan penilaian. KBK dan KTSP merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang bertujuan membuat anak kompeten atau menguasai materi pelajaran, memiliki sikap dan ketrampilan.
Pada dasarnya KTSP adalah KBK yang dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). SK dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Sebagai contoh dalam Kurikulum MTs 2004 hanya terdapat satu/dua Standar Kompetensi (SK) masing-masing jenjang kelas untuk hampir semua mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Aqidah Akhlak, Al-Qur’an Hadits, Fiqh, dan SKI). Namun dalam Kurikulum 2006 terdapat lebih dari dua SK untuk setiap jenjang kelas untuk seluruh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dilengkapi rinciannya pada kelas dan pelajaran tertentu. Masing-masing SK sudah ditentukan pada tiap-tiap semester. Sementara itu, batasan semacam ini tidak ada pada Kurikulum 2004.
Pada dasarnya KTSP adalah KBK yang dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). SK dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Sebagai contoh dalam Kurikulum MTs 2004 hanya terdapat satu/dua Standar Kompetensi (SK) masing-masing jenjang kelas untuk hampir semua mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Aqidah Akhlak, Al-Qur’an Hadits, Fiqh, dan SKI). Namun dalam Kurikulum 2006 terdapat lebih dari dua SK untuk setiap jenjang kelas untuk seluruh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dilengkapi rinciannya pada kelas dan pelajaran tertentu. Masing-masing SK sudah ditentukan pada tiap-tiap semester. Sementara itu, batasan semacam ini tidak ada pada Kurikulum 2004.
Divusi Inovasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat cepat. Perubahan sosialpun juga cepat sekali terjadi dan jarang sekali dapat dicegah. Itu semua disebabkan oleh inovasi, diskoveri, ataupun invensi yang saat ini cepat tumbuh, bermacam-macam dan cepat menyebar karena adanya difusi inovasi. Pengertian dari difusi inovasi adalah proses komunikasi antar warga masyarakat (anggota sistem sosial) mengenai ide, barang, kejadian, metode, yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang baik itu berupa hasil invensi atau diskoveri yang diadakan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan saluran dan dalam waktu tertentu. Dalam divusi inovasi, ada empat macam strategi yang digunakan yaitu fasilitatif, paksaan, bujukan dan strategi pendidikan. Dalam divusi inovasi KTSP, strategi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat cepat. Perubahan sosialpun juga cepat sekali terjadi dan jarang sekali dapat dicegah. Itu semua disebabkan oleh inovasi, diskoveri, ataupun invensi yang saat ini cepat tumbuh, bermacam-macam dan cepat menyebar karena adanya difusi inovasi. Pengertian dari difusi inovasi adalah proses komunikasi antar warga masyarakat (anggota sistem sosial) mengenai ide, barang, kejadian, metode, yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang baik itu berupa hasil invensi atau diskoveri yang diadakan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan saluran dan dalam waktu tertentu. Dalam divusi inovasi, ada empat macam strategi yang digunakan yaitu fasilitatif, paksaan, bujukan dan strategi pendidikan. Dalam divusi inovasi KTSP, strategi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Strategi Fasilitatif
Stategi ini dapat dilakukan dengan cara memberikan fasilitas-fasilitas pendidikan yang dapat memudahkan prosess pembelajaran. Fasilitas pendidikan tersebut dapat berupa pengadaan buku paket online. Siswa maupun guru dapat langsung mendownload buku pelajaran melalui internet secara gratis. Fasilitas lain dapat berupa pemberian OHP dan LCD kepada masing-masing sekolah.
2. Strategi Pendidikan
Penggunaan strategi pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan terporgram secara sistematis dan mendasar kepada pendidik. Materi pelatihan yang diberikan dapat berupa proses mengembangkan kurikulum dan pelatihan tentang pembelajaran dengan melakukan seminar dan pengenalan dan pelatihan penggunaan KTSP kepada pelaksanaan pendidikan seperti guru, kepala sekolah, kegiatan pelatihan ini meliputi:
a) Manajemen berbasis sekolah
b) Sosialiasasi KTSP
c) Pengembangan kurikulum
d) Penyusunan draf secara mandiri yang dibimbing oleh pengembang kurikulum daerah.
Agen pembaharu ini dilakukan oleh perwakilan dari Depdiknas (dewan pendidikan). Secara umum, tugas agen pembaharuan adalah sebagai berikut:
1. Mensosialisasikan tentang KTSP kepada kepala sekolah di seluruh daerah masing-masing dan cara implementasinya pada proses pembelajaran.
2. Mendiagnosa masalah yang dihadapi klien/ sasaran sehingga mengapa alternatif yang digunakan itu tidak sesuai dengan kebutuhan sasaran.
3. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah, agen pembaharu harus membantu sasaran atau klien, agar mereka sadar akan perlunya inovasi pendidikan.
Secara khusus, tugas agen pembaharu meliputi:
Secara khusus, tugas agen pembaharu meliputi:
a. Perencanaan
Sebelum melakukan tindakan, maka agen pembaharu harus membuat rancangan kegiatan yang akan dilakukan.yaitu:
Sebelum melakukan tindakan, maka agen pembaharu harus membuat rancangan kegiatan yang akan dilakukan.yaitu:
· Menetapkan kriteria sekolah di daerah yang akan dijadikan model pengembangan KTSP, yang memenuhi syarat baik dari sarana prasarana, SDM atau kesiapan guru dan siswa dalam melaksanakan kurikulum KTSP.
· Menetapkan sekolah yang ada didaerah untuk dijadikan sebagai klien atau sasaran agen pembaharu dalam divusi inovasi KTSP.
· Menyusun tim pelaksana yang disebut Tim Pengembang KTSP. Tim ini melibatkan guru sekolah yang bersangkutan dan terdapat pengurus di dalamnya serta menetapkan tugas - tugasnya.
· Merancang program kegiatan pelatihan proses mengembangkan kurikulum dan pelatihan tentang pembelajaran yang disesuaikan dengan SDM guru yang bersangkutan. Meliputi waktu, tempat , jumlah peserta didik dan rangakaian acara yang akan dijalani.
b. Pelaksanaan
· Membentuk Tim Pengembang KTSP yang terdiri dari dewan pendidikan dan komite sekolah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan, pengurus dari agen pembaharu sebagai pelaksana dan fasilitator. Serta dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan.
· Mengadakan acara seminar atau penyuluhan kepada sekolah-sekolah tentang kurikulum KTSP.
· Menyediakan dan menyiapkan tenaga, alat – alat, dan tempat yang digunakan untuk acara pengenalan kurikulum KTSP, Agen pemabaharu harus menyiapkan pelatihan-pelatihan untuk tenaga pendidik.
· Melaksanakan acara pengenalan KTSP sesuai dengan waktu, tempat, dan rangkaian acara yang telah ditetapakan. Agen pembaharu menerangkan pelatihan-pelatihan tentang KTSP yang kemudian untuk dipraktekkan oleh tenaga pendidk dalam pembuatan kurikulum di sekolah.
· Agen pemabaharu menyediakan atau memberikan tunjangan kepada sekolah untuk memenuhi sarana dan prasarana yang di butuhkan dalam proses belajar dan pembelajaran melanjutkan usaha perubahan sosial.
Proses Pengambilan Keputusan Difusi Inovasi KTSP
1. Tahap Pengetahuan. Tahap ini berlangsung, klien ingin mengetahui adanya suatu inovasi KTSP serta ingin mengetahui bagaimana fungsi inovasi tersebut.
2. Tahap Bujukan (persuasi). Tahap ini berlangsung ketika klien mulai membentuk sikap tidak menyenangi terhadap inovasi pendidikan (KTSP).
3. Tahap Keputusan. Tahap ini berlangsung ketika klien melakukan aktivitas yang mengarah ke penetapan untuk memutuskan menolak inovasi.
a. Penolakan Aktif. Pada tahap ini, penolakan inovasi KTSP setelah klien melalui proses mempertimbangkan untuk menerima inovasi KTSP atau mungkin sudah mencoba terlebih dahulu, tetapi keputusan akhir menolak inovasi.
b. Penolakan Pasif. Pada tahap ini, klien menolak inovasi KTSP tanpa mempertimbangkan sama sekali inovasi yang ada.
Inovasi KTSP ini ditolak, karena disebabkan oleh hambatan-hambatan sebagai berikut:
a) Sasaran / masyarakat luas menentang keras tentang inovasi pendidikan, mereka merasa hal itu tidak perlu.
b) Tidak ada inovasi terbuka tentang inovasi pendidikan pada diri masyarakat untuk menerima inovasi pendidikan (KTSP), mereka berpendapat kurikulum yang sebelumnya (KBK) itu belum terlaksana mengapa harus ada kurikulum baru, itu justru akan membingungkan pihak-pihak sekolah seperti guru, siswa serta masyarakat lainnya.
c) Adanya hambatan geografis, yang mencakup :
Ø Jarak jauh,
Ø Transport yang lambat,
Ø Daerah yang terisolasi, dan
Ø Keadaan iklim yang tergantung menguntungkan.
d) Adanya hambatan ekonomi, yang mencakup:
Ø Tersedianya bantuan dana dari pemerintah dan pengaruh inflasi
Ø Tidak mencukupinya bantuan finansiil dari pemerintah merupakan hambatan yang serius.
e) Hal ini juga terbukti bahwa sebagian dari kegiatan inovasi dalam berbagai bidang menggunakan dana dari bantuan luar negeri. Dari hasil penelitian difusi inovasi di Negara berkembang ini juga diperoleh data bahwa banyak juga pelaksanaan inovasi yang kurang dapat memperhitungkan perencanaan penggunaan dana dengan tepat termasuk memperhitungkan adanya inflasi (pengaruh krisis global). Kurangnya SDM yang mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan sekolah,sebagaian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi, pemikiran,dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan KTSP.
f) Rendahnya kualifikasi pengembangan KTSP baik di atas kertas maupun di depan kelas, juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang.
g) Belum maksimalnya sosialisasi serta pelatihan terhadap guru-guru bahkan masih ada guru-guru yang belum dapat sosialisasi serta pelatihan sehingga masih banyak guru dan pemangku kepentingan yang belum memahami KTSP.
h) Masih banyak guru-guru yang berpersepsi sebagai penerima pasif pengambilan keputusan.
KTSP yang mulai diberlakukan secara nasional pada tahun 2006 jelas berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Perbedaan yang paling mendasar adalah bahwa KTSP merupakan produk dari penjabaran Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang bernafaskan Undang-undang Otonomi Daerah. Dua hal penting yang membedakan KTSP dengan kurikulum sebelumnya (sebagai dampak dari UU Otonomi Daerah) adalah (a) diberlakukannya kurikulum yang berdiversifikasi, dan (b) adanya standardisasi pendidikan. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang heterogen, baik dilihat dari aspek geografisnya maupun latar belakang sosial budayanya. Heterogenitas ini membawa dampak bahwa terdapat perbedaan yang cukup bermakna antara daerah dan pusat. Dengan diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah maka setiap daerah mempunyai wewenang untuk mengatur urusan dalam negerinya. Dengan demikian, pada aspek pendidikan terjadi hal yang sama. Jika pada masa berlakunya sentralisasi saja sudah menyebabkan adanya perbedaan yang bermakna antara pusat dengan daerah, maka dapat dibayangkan apa yang akan terjadi dengan sistem pendidikan yang desentralisasi.
Untuk mengatasi perbedaan tersebut, maka kurikulum dikembangkan dengan mengacu kepada standar nasional, artinya meskipun tiap daerah bahkan tiap sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan kemampuan masing-masing, tetapi tetap harus mengacu pada standar minimal yang sifatnya nasional. Dengan demikian diharapkan bahwa kurikulum yang dikembangkan (KTSP) dapat mengadopsi kebutuhan daerah tetapi tidak melupakan aspek mutu/kualitas pendidikan secara nasional.Aspek-aspek inovatif yang terkandung dalam KTSP di antaranya diterapkannya pendidikan kecakapan hidup; dikembangkannya keunggulan lokal sesuai karakteristik, kebutuhan, dan tuntutan setempat; kurikulum berbasis sekolah, dalam pengertian meskipun kerangka dasar dan struktur kurikulum dikembangkan secara sentralistik, tetapi pengembangan perencanaan pembelajaran (silabus & RPP) dan kegiatan belajar mengajar dikembangkan secara desentralistik; dan disertakannya peran serta masyarakat.
KTSP memberikan peluang munculnya diversifikasi sekolah, sebab kurikulum yang dikembangkan dalam KTSP sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, hanya berisikan standar kompetensi/kompetensi dasar yang merupakan standar nasional; sedangkan pengembangan selanjutnya sangat ditentukan oleh kebutuhan/karakteristik sekolah atau masyarakat yang berada di sekitar sekolah. Peluang ini dapat diterjemahkan sebagai tantangan bagi pihak sekolah (penyelenggara pendidikan) dalam rangka mempercepat pembangunan bangsa. Apakah sekolah sebagai penyelenggara pendidikan akan jalan ditempat, “menunggu perintah dari atas” sebagaimana yang selama ini dikondisikan, atau pihak sekolah mengadopsi peluang itu dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan bangsanya. Diversifikasi ini memungkinkan dikembangkannya sistem persekolahan yang berdaya saing tinggi, sebab pihak sekolah diberi kewenangan penuh untuk mengembangkan kurikulumnya sebaik dan semaju mungkin tetapi juga melihat pada kebutuhan dan kemampuan pihak penyelenggara pendidikan (sekolah). Dengan adanya kemungkinan diverisifikasi ini maka penyelenggara pendidikan tidak lagi harus seragam, sehingga diharapkan percepatan pembangunan bangsa dapat dicapai.
Partisipasi masyarakat yakni peran komite sekolah memberi masukan dan saran tentang keunggulan lokal, menjadi poin berikutnya dalam peluang yang terkandung di KTSP. Keterlibatan pihak masyarakat, yang selama ini dipandang hanya sebagai “user” pasif, memunculkan tantangan yang lebih bermakna, sebab masuknya peran/partisipasi masyarakat akan melibatkan pemikiran-pemikiran baru tentang perlunya peningkatan kualitas yang berasal dari pihak pengguna. Masyarakat dapat mengikutsertakan dirinya untuk pengembangan dan kemajuan sekolah dengan mengedepankan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh masyarakat sekitar. Artinya pengembangan pendidikan berasal dari kebutuhan wilayah sekitar (lokal) dan membawa warna keunggulan lokal, sehingga produk pendidikan tidak lagi menjadi suatu alieansi sebab kemajuan pendidikan daerah tersebut sangat ditentukan oleh pengembangan keunggulan lokalnya.
Peluang lain yang diberikan melalui KTSP adalah bahwa kurikulum berbasis sekolah. Hal ini mengindikasi selain kurikulum akan dikembangkan sesuai kebutuhan dan kemampuan pihak sekolah, juga tidak kalah pentingnya adalah bahwa kurikulum harus dikembangkan oleh guru. Dalam hal ini guru bukan hanya sebagai pelaksana kurikulum, melainkan juga sebagai pengembang kurikulum di kelasnya. Konsekuensinya, guru dituntut untuk siap sebagai pengembang kurikulum, sehingga tidak lagi terdengar bahwa pengembangan perencanaan pembelajaran hanyalah merupakan “pekerjaan administratif belaka”. Konsekuensi lanjutan adalah perlunya pembinaan berkelanjutan yang intensif bagi pihak guru sebagai pengembang kurikulum di tingkat sekolah. Profesionalisasi menjadi suatu kebutuhan, dan guru harus terus meningkatkan dirinya untuk mempercepat pembangunan bangsa. Di tangan gurulah terletak maju atau mundurnya pendidikan kita.
2. INOVASI KTSP
2. INOVASI KTSP
0 komentar:
Posting Komentar