Inovasi pendidikan menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan dari masa ke masa. Isu ini selalu juga muncul tatkala orang membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam inovasi pendidikan, secara umum dapat diberikan dua buah model inovasi yang baru yaitu: Pertama "top-down model" yaitu inovasi pendidikan yang dicipatakan oleh pihak tertentu sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan; seperti halnya inovasi pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama ini. Kedua "bottom-up model" yaitu model ionovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan. Disamping kedua model yang umum tersebut di atas, ada hal lain yan muncul tatkala membicarakan inovasi pendidikan yaitu: a). kendala-kendala, termasuk resistensi dari pihak pelaksana inovasi seperti guru, siswa, masyarakat dan sebagainya, b). faktor-faktor seperti guru, siswa, kurikulum, fasilitas dan dana c). lingkup sosial masyarakat.
Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manuasia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery. Dalam kaitan ini Ibrahim (1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah ((Subandiyah 1992:80) Proses dan tahapan perubahan itu ada kaitannya dengan masalah pengembangan (development), penyebaran (diffusion), diseminasi (dissemination), perencanaan (planning), adopsi (adoption), penerapan (implementation) dan evaluasi (evaluation) (Subandiyah 1992:77)
Pelaksanaaan inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari inovator dan pelaksana inovasi itu sendiri. Inovasi pendidikan seperti yang dilakukan di Depdiknas yang disponsori oleh lembaga-lembaga asing cenderung merupakan "Top-Down Inovation". Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebaginya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.
Banyak contoh inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas selama beberpa dekade terakhir ini, seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Guru Pamong, Sekolah Persiapan Pembangunan, Guru Pamong, Sekolah kecil, Sistem Pengajaran Modul, Sistem Belajar jarak jauh dan lain-lain. Namun inovasi yang diciptakan oleh Depdiknas bekerjasama dengan lembaga-lembaga asing seperti British Council. USAID dan lain-lain banyak yang tidak bertahan lama dan hilang, tenggelam begitu saja. Model inovasi yang demikian hanya berjalan dengan baik pada waktu berstatus sebagai proyek. Tidak sedikit model inovasi seperti itu, pada saat diperkenalkan atau bahkan selama pelaksanaannya banyak mendapat penolakan (resistance) bukan hanya dari pelaksana inovasi itu sendiri (di sekolah), tapi juga para pemerhati dan administrator di Kanwil dan Kandep. Model inovasi seperti yang diuraikan di atas, lazimnya disebut dengan model 'Top-Down Innovation". Model itu kebalikan dari model inovasi yang diciptakan berdasrkan ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau masyarakat yang umumnya disebut model "Bottom-Up Innovation" Ada inovasi yang juga dilakukan oleh guru-guru, yang disebut dengan "Bottom-Up Innovation". Model yang kedua ini jarang dilakukan di Indonesia selama ini karena sitem pendidikan yang sentralistis. Pembahasan tentang model inovasi seperti model "Top-Down" dan "Bottom-Up" telah banyak dilakukan oleh para peneliti dan para ahli pendidikan. Sudah banyak pembahasan tentang inovasi pendidikan yang dilakukan misalnya perubahan kurikulum dan proses belajar mengajar. White (1988: 136-156) misalnya menguraikan beberapa aspek yang bekaitan dengan inovasi seperti tahapan-tahapan dalam inovasi, karakteristik inovasi, manajemen inovasi dan sistem pendekatannya. Kennedy (1987:163) juga membicarakan tentang strategi inovasi yang dikutip dari Chin dan Benne (1970) menyarankan tiga jenis strategi inovasi, yaitu: Power Coercive (strategi pemaksaan), Rational Empirical (empirik rasional), dan Normative-Re-Educative (Pendidikan yang berulang secara normatif). Strategi inovasi yang pertama adalah strategi pemaksaaan berdasarkan kekuasaan merupakan suatu pola inovasi yang sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah inovasi itu sendiri. Strategi ini cenderung memaksakan kehendak, ide dan pikiran sepihak tanpa menghiraukan kondisi dan keadaan serta situasi yang sebenarnya dimana inovasi itu akan dilaksanakan. Kekuasaan memegang peranan yang sangat kuat pengaruhnya dalam menerapkan ide-ide baru dan perubahan sesuai dengan kehendak dan pikiran-pikiran dari pencipta inovasinya. Pihak pelaksana yang sebenarnya merupakan obyek utama dari inovasi itu sendiri sama sekali tidak dilibatkan baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanaannya. Para inovator hanya menganggap pelaksana sebagai obyek semata dan bukan sebagai subyek yang juga harus diperhatikan dan dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan dan pengimplementasiannya.
Strategi inovasi yang kedua adalah empirik Rasional. Asumsi dasar dalam strategi ini adalah bahwa manusia mampu menggunakan pikiran logisnya atau akalnya sehingga mereka akan bertindak secara rasional. Dalam kaitan dengan ini innovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya. Di samping itu, startegi ini didasarkan atas pandangan yang optimistik seperti apa yang dikatakan oleh Bennis, Benne, dan Chin yang dikutip dari Cece Wijaya dkk (1991).
Di sekolah, para guru menciptakan strategi atau metode mengajar yang menurutnya sesuai dengan akal yang sehat, berkaitan dengan situasi dan kondisi bukan berdasarkan pengalaman guru tersebut. Di berbagai bidang, para pencipta inovasi melakukan perubahan dan inovasi untuk bidang yang ditekuninya berdasarkan pemikiran, ide, dan pengalaman dalam bidangnya itu, yang telah digeluti berbualan-bulan bahkan bertahun-tahun. Inovasi yang demikian memberi dampak yang lebih baik dari pada model inovasi yang pertama. Hal ini disebabkan oleh kesesuaian dengan kondisi nyata di tempat pelaksanaan inovasi tersebut.
Jenis strategi inovasi yang ketiga adalah normatif re-edukatif (pendidikan yang berulang) adalah suatu strategi inovasi yang didasarkan pada pemikiran para ahli pendidikan seperti Sigmund Freud, John Dewey, Kurt Lewis dan beberapa pakar lainnya (Cece Wijaya (1991), yang menekankan bagaimana klien memahami permasalahan pembaharuan seperti perubahan sikap, skill, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan manusia. Dalam pendidikan, sebuah strategi bila menekankan pada pemahaman pelaksana dan penerima inovasi, maka pelaksanaan inovasi dapat dilakukan berulang kali. Misalnya dalam pelaksanaan perbaikan sistem belajar mengajar di sekolah, para guru sebagai pelaksana inovasi berulang kali melaksanakan perubahan-perubahan itu sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan. Kecenderungan pelaksanaan model yang demikian agaknya lebih menekankan pada proses mendidik dibandingkan dengan hasil dari perubahan itu sendiri. Pendidikan yang dilaksanakan lebih mendapat porsi yang dominan sesuai dengan tujuan menurut pikiran dan rasionalitas yang dilakukan berkali-kali agar semua tujuan yang sesuai dengan pikiran dan kehendak pencipta dan pelaksananya dapat tercapai. Para ahli mengungkapkan berbagai persepsi, pengertian, interpretasi tentang inovasi seperti Kennedy (1987), White (1987), Kouraogo (1987) memberikan berbagai macan definisi tentang inovasi yang berbeda-beda. Dalam hal ini, penulis mengutip definisi inovasi yang dikatakan oleh White (1987:211) yang berbunyi: "Inovation more than change, although all innovations involve change." (inovasi itu lebih dari sekedar perubahan, walaupun semua inovasi melibatkan perubahan). Untuk mengetahui dengan jelas perbedaan antara inovasi denganperubahan, mari kita lihat definisi yang diungkapkan oleh Nichols (1983:4). "Change refers to" continuous reapraisal and improvement of existing practice which can be regarded as part of the normal activity while innovation refers to Idea, subject or practice as new by an individual or individuals, which is intended to bring about improvement in relation to desired objectives, which is fundamental in nature and which is planned and deliberate." Nichols menekankan perbedaan antara perubahan (change) dan inovasi (innovation) sebagaimana dikatakannya di atas, bahwa perubahan mengacu kepada kelangsungan penilaian, penafsiran dan pengharapan kembali dalam perbaikan pelaksanaan pendidikan yang ada yang diangap sebagai bagian aktivitas yang biasa. Sedangkan inovasi menurutnya adalah mengacu kepada ide, obyek atau praktek sesuatu yang baru oleh seseorang atau sekelompok orang yang bermaksud untuk memperbaiki tujuan yang diharapkan. Setelah membahas definisi inovasi dan perbedaan antara inovasi dan perubahan, maka berikut ini akan diuraikan tentang kendala yang mempengaruhi pelaksanaan inovasi pendidikan.
Kendala-kendala Dalam Inovasi Pendidikan. Kendala-kendala yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum antara lain adalah (1) perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi (2). konflik dan motivasi yang kurang sehat (3). lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan (4). keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi (5). penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi (6) kurang adanya hubungan sosial dan publikasi (Subandiyah 1992:81). Untuk menghindari masalah-masalah tersebut di atas, dan agar mau berubah terutama sikap dan perilaku terhadap perubahan pendidikan yang sedang dan akan dikembangkan, sehinga perubahan dan pembaharuan itu diharapkan dapat berhasil dengan baik, maka guru, administrator, orang tua siswa, dan masyarakat umumnya harus dilibatkan Penolakan (Resistance) Setelah memperhatikan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan suatu inovasi pendidikan, misalnya penolakan para guru tentang adanya perubahan kurikulum dan metode belajar-mengajar, maka perlu kiranya masalah tersebut dibahas. Namun sebelumnya, pengertian tentang resisten itu perlu dijelaskan lebih dahulu. Menurut definisi dalam "Cambridge International English Dictionary of English" bahwa Resistance is to fight against (something or someone) to not be changed by or refuse to accept (something).
Bertdasarkan definisi tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penolakan (resistance) itu adalah melawan sesuatu atau seseorang untuk tidak berubah atau diubah atau tidak mau menerima hal tersebut. Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat diterima oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah sebagai berikut:
Bertdasarkan definisi tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penolakan (resistance) itu adalah melawan sesuatu atau seseorang untuk tidak berubah atau diubah atau tidak mau menerima hal tersebut. Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat diterima oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah sebagai berikut:
1. Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan bahkan pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut dianggap oleh guru atau sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang tidak perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah mereka.
2. Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat sekarang, karena sistem atau metode tersebut sudah mereka laksanakan bertahun-tahun dan tidak ingin diubah. Disamping itu sistem yang mereka miliki dianggap oleh mereka memberikan rasa aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran mereka. Hal senada diungkapkan pula Day dkk (1987) dimana guru tetap mempertahankan sistem yang ada.
3. Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat (khususnya Depdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh guru dan siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh Munro (1987:36) yang mengatakan bahwa "mismatch between teacher's intention and practice is important barrier to the success of the innovatory program".
4. Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari pusat merupakan kecenderungan sebuah proyek dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pencipta inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau finasial dan keuangannya sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak sekolah atau guru hanya terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para inovator di pusat dan tidak punya wewenang untuk merubahnya.
5. Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan sekolah atau guru melaksanakan keinginan pusat, yang belum tentu sesuai dengan kemauan mereka dan situasi sekolah mereka.
Untuk mengatasi masalah dan kendala seperti diuraikan di atas, maka berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan inovasi baru. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi Untuk menghindari penolakan seperti yang disebutkan di atas, faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan.
a. Guru
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya. (Wright 1987)
b. Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.
c. Kurikulum
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya akan berjalan searah.
d. Fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam pembahruan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja dan sebagainya.
Lingkup Sosial Masyarakat. Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif, dalam pelaklsanaan pembahruan pendidikan. Masyarakat secara tidak langsung atau tidak langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu atau dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan sebaliknya akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi pendidikan.
Secara etimologi inovasi berasal dari Kata Latin innovation yang berarti pembaharuan atau perubahan. Kata kerjanya innovo yang artinya memperbaharui dan mengubah inovasi ialah suatu perubahan yang baru menuju kearah perbaikan, yang lain atau berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana (tidak secara kebetulan. Istilah perubahan dan pembaharuan ada pebedaan dan persamaanya. Perbedaannya , kalau pada pembaharuan ada unsur kesengajaan. Persamaannya. Yakni sama sama memilki unsur yang baru atau lain dari yang sebelumnya. Kata “Baru” dapat juga diartikan apa saja yang baru dipahami, diterima, atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi, meskipun bukan baru lagi bagi orang lain. Nemun, setiap yang baru itu belum tentu baik setiap situasi, kondisi dan tempat.
Ibrahim (1988) mengemukakan bahwa inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi, inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau dimati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil intervensi (penemuan baru) atau dicovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan nasional.
Ibrahim (1988) mengemukakan bahwa inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi, inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau dimati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil intervensi (penemuan baru) atau dicovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan nasional.
Inovasi (pembaharuan) terkait dengan invention dan discovery. Invention adalah suatu penemuan sesuatu yang benar benar baru, artinya hasil kreasi manusia. Penemuan sesuatu (benda) itu sebelumnya belum pernah ada, kemudian diadakan dengan bentuk kreasi baru. Discovery adalah suatu penemuan (benda), yang benda itu sebenarnya telah ada sebelumnya, tetapi semua belum diketahui orang. Jadi, inovasi adalah usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) baik invention dan discovery.
Menurut santoso (1974), tujuan utama inovasi, yakni meningkatkan sumber sumber tenaga, uang dan sarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi. Tujuan inovasi pendidikan adalah meningkatkan efisiensi,relevansi, kualitas, dan efektivitas. Sarana serta jumlah peserta didik sebanyak banyaknya, denagan hasil pendidikan sebesar besarnya (menurut kriteria kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan pembangunan), dengan jumlah yang sekecil kecilnya.
Kalau di kaji, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap, yaitu
Kalau di kaji, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap, yaitu
1. Mengejar ketinggalan ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan kemajuan ilmu dan teknologi sehingga makin lama pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajar dengan kemajuan kemajuan tersebut.
2. Mengembangkan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun luar sekolahbagi setiap warga negara. Misalnya meningkatkan daya tampung usia sekolah SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi. Di samping itu, akan di usahakan peningkatan mutu yang dirasakan semakin menurun dewasa ini. Dengan sistem penyampaian sistem yang baru, dihaarpkan peserta didik menjadi manusia yang aktif, kreatif, dan terampil memecahkan masalahnya sendiri.
Masalah Masalah yang Menuntut Diadakan Inovasi Pendidikan di Indonesia yaitu:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan bangsa Indonesia.
2. Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat, yang menyebabkan daya tampung, ruang, dan fasilitas pendidikan yang sangat tidak seimbang.
3. Melonjaknya aspirasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, sedangkan dipihak lain kesempatan sangat terbatas.
4. Mutu pendidikan yang dirasakan makin menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Belum berkembangnya alat organisasi yang efektif, serta belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyarakat untuk mengadakan perubahan perubahan yang dituntut oleh keadaan sekarang dan yang akan datang.
6. Kurang ada relevansi antara program pendidikan dan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun.
7. Keterbatasan dana. Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini, telah banyak diperkenalkan inovasi inovasi pendidikan dan atau kurikulum yang diadopsi dari luar negeri maupun hasi pemikiran para ilmuan Indonesia sendiri. Semua inovasi tersebut diharapkan dapat memcahkan permasalahan pendidikan yang sedang dialami di Indonesia.
Berbagai upaya inovasi pendidikan. Proyek perintis sekolah pembangunan Ada delapan IKIP yang ditugaskanuntuk menyelenggarakan proyek perintisan sekolah pembangunan (PPSP), yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bndung, IKIP Semarang, IKIP Yogyakarta, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Ujung pendang. Pada mulanya proyek itu dimaksudkan untuk mencoba bentuk sitem persekolahan yang komprehensif dengan nama sekolah pembangunan. Selain itu, secara umum kerangka sistem pendidikan ini digariskan dalam surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0172 tahu 1974. Dalam surat keputusan itu terdapat beberapa pokok pikiran mengenai hakikat sekolah pembangunan, yang menyangkut relevansi sekolah dengan kebutuhan masyarakat, yaitu
· Adanya integrasi antara sekolah dan masyarakat serta pembangunan
· Sekolah menghasilkan tenaga terdidik sehingga dapar merupakan tenaga kerja yang produktif.
· Sekolah menghasilkan tenaga terdidik dengan pengertian kesadaran ekologi, baik lingkungan sosial, fisik, maupun biologis.
· Sekolah menyelenggarakan pendidikan yang menyenangkan, merangsang sesuai dengan tuntutan zaman untuk pendidikan watak, pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, kemampuan, berkomunikasi, dan kesadaran ekologi.
· .Sekolah menciptakan keseimbangan fisik, emosional intelektual, kultural, dan spiritual, serta keseluruhan pembangunan masyarakat.
· Sekolah memberikan sumbangan bagi ketahanan nasional dan ikut serta dalam pembangunan masyarakat.
PPSP adalah salah satu proyek dalam rangka program pendidikan yang ditugaskan untuk mengembangkan satu sistem pendidikan dasar dan menengah. Modul sesuai denan tugas yang diemban itu maka badan penelitian dan pengembangan kebudayaan (BP3K) memilih modul sebagai satu sistem penyampaian pada delapan PPSP, dengan alasan :
a. Modul mempunyai potensi untuk memcahkan masalah pemerataan, pendidikan, karena modul memungkinkan murid belajar sendiri tanpa tergantung tempat dan waktu.
b. Modul mempunyai potensi untuk meningkatkan mutu pendidikan.
c. Modul mempunyai potensi untuk meningkatkan relevansi pendidikan.
d. Modul mempunyai potensi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan waktu dan fasilitas sebab dengan modul memungkinkan guru membantu dan memperbaiki siswa selama dia belajar.
Pembaruan sistem pendidikan tenaga kependidikan
a. Rasional pembaruan. Dalam repelita III di bidang kependidikan (pendidikan dan keguruan) dikembangkan sistem pendidikan tenaga kependidikan (SPTK), yang berdasarkan kepada kebijaksanaan dasar pengembangan pendidikan tinggi (KDPPT), yang dikukuhkan dengan keputusan menteri P dan K No. 0140/U/1975 dan keranngka pengembangan pendidikan tinggi tahun 1976.
b. Tujuan dan sasaran pembaruan. Pembaruan sistem pendidikan tenaga kependidikan diarahkan untuk menunjang pembangunan bangsa pada khususnya dan peningkatan kwalitas hidup manusia pada umumnya.
Tahap-Tahap Adopsi Inovasi Pendidikan
Di dalam melaksanakan inovasi kurikulum kita tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang terkait dan mempengaruhinya. Dalam kaitan dengan faktor yang mempengaruhi inovasi, Arnold dan Goodloe (1974) mengidentifikasi sembilan faktor yang mereka rasa ada dalam masalah inovasi, yaitu :
· Inovasi sebagai jawaban terhadap kebutuhan atau masalah pendidikan yang diakui secara lokal.
· Hubungan antara inovasi dengan masalahnya harus dikenali secara jelas oleh administrator, guru.
· Inovasi merupakan jawaban yang tepat terhadap suatu masalah.
· Sekolah setempat membuat dan melakukan inventarisasi yang berarti tentang sumber dalam proyek itu.
· Staf sekolah harus memahami tentang rasional program inovatif dan mempersiapkannya secara memadai.
· Pelayanan pelengkap yang memadai membantu guru dalam kelas selama tahap permulaan.
· Kriteria evaluasi yang memadai bagi inovasi yang diterapkan selama program dilaksanakan sampai diperoleh kesimpulannya.
· Program inovasi dimulai dari skala yang dapat dijangkau atau dikelola.
· Pemimpim program yang cakap dan yang secara relatif tetap tidak dapat diganti selama periode penerapan. Salah satu acuan kita dalam mengadakan inovasi termuat dalam The Austin Project, yang di dalamnya berisi tahap-tahap dalam pelaksanaan usaha inovasi, yaitu:
a. Eksplorasi
Pengadopsian yang potensial mempertimbangkan aspek-aspek inovatif sesungguhnya dengan suatu cara khusus yang tidak egoistic mengenai efek dan perlengkapan yang akan digunakan.
Pengadopsian yang potensial mempertimbangkan aspek-aspek inovatif sesungguhnya dengan suatu cara khusus yang tidak egoistic mengenai efek dan perlengkapan yang akan digunakan.
b. Antisipasi
Antisipasi berupa gambaran yang belum menentu tentang peranan yang dimainkan oleh pemakai secara individual dan harapan yang diberikan kepadanya berupa anlisis tentang peranannya dalam hubungan dengan struktur pengajaran.
Antisipasi berupa gambaran yang belum menentu tentang peranan yang dimainkan oleh pemakai secara individual dan harapan yang diberikan kepadanya berupa anlisis tentang peranannya dalam hubungan dengan struktur pengajaran.
c. Penanganan (management).
Penanganan adalah ekspresi tentang proses penggunaan inovasi dan penggunaan sumber maupun informasi yang paling baik.
d. Adaptasi (penyesuaian).
Adaptasi adalah upaya eksplorasi penyesuaian dari inovasi terhadap klien di dalam lingkungannya yang berpengaruh secara langsung.
e. Kerjasama (collaboration).
Kerjasama memiliki titik sentral pada peningkatan pengaruh pada klien melalui kerjasama dengan orang lain yang berkepentingan
f. Perhitungan (extrapolation).
Petunjuk mengenai pemakaian extrapolation tentang keuntungan yang lebih universal dari inovasi meliputi kemungkinan tentang perubahan umum atau penempatan kembali yang disertai suatu alternatif yang kuat. (Oliver, 1997) Kedudukan agen pembaharu dalam proses inovasi dan difusinya menurut havellock yang dikutip oleh oliver dikatakan, bahwa ada empat cara dasar dalam kaitannya dengan fungsi agen pembaharu, yaitu :
1) Sebagai katalisator
2) Sebagai pemberi pemecahan
3) Sebagai pembantu dalam proses
0 komentar:
Posting Komentar